Vendetta atau Vokal?

Belakangan ini saya dibuat tidak bisa tidur nyenyak selama masa pandemi ini, salah satunya adalah tentang surat edaran rektor yaitu kebijakan penurunan UKT yang didasarkan pada Keputusan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Salah satu kebijakan yang sudah seharusnya dirapatkan dan dilakukan tanpa adanya tuntutan dari mahasiswa.

Sebagai civitas bau baru, saya rasa hal tersebut sudah semestinya digunakan sebagai tolak ukur untuk setiap perguruan tinggi yang ada di indonesia baik itu negeri ataupun swasta. 

Harusnya jelih dalam memahami dan membuat solusi atas ketimpangan yang berlaku dan terjadi. Karena saya adalah civitas baru dan tentunya juga awam terkait kebijakan kampus mana yang seharusnya dijadikan tolak ukur.

Baca: Pancasila

Di kampus ada suatu lembaga yang katanya mewakilkan aspirasi mahasiswa aka Badan Eksekutif Mahasiswa (dibaca : BEM)--bukan Ben-ten sebuah film kartun dengan jam ditangan yang bisa berubah menjadi banyak hal untuk mengalahkan monster khayal ataupun Beng-beng sebagai makanan pengganjal perut. Amin yang sekarang menjadi presiden mahasiswa (Presma) sudah semestinya melakukan hal-hal yang terbaik dalam menjalankan tugasnya—mewakili aspirasi mahasiswa. 

Bantuan sebesar seratus lima puluh ribu pada edaran yang pertama seharusnya sudah diterima oleh seluruh mahasiswa, dan semestinya tidak ada pendataan untuk kedua kalinya kecuali jika hal tersebut masih dalam lingkup bantuan lanjutan.

Perkuliahan daring sesuai dengan surat edaran rektor berlaku sampai 26 Juni, yang mengartikan sampai saat ini perkuliahan daring telah berjalan selama 3 bulan bahkan mungkin akan ada surat edaran yang selanjutnya yang asumsinya dilandaskan pada kondisi nasional yang batasnya masih tidak jelas --apabila kondisi nasional benar-benar dirasa sudah lebih baik daripada kapan hari. 

Jika ada asumsi Badan Eksekutif Mahasiswa mendapatkan cacian dan tidak layak menjadi ujung tombak, maka saya akan mengamini hal tersebut dengan fakta-fakta bagaimana progres yang tidak kunjung membawa kesejahteraan bagi seluruh mahasiswa.

PR daripada Badan Eksekutif Mahasiswa tidak cukup disana, masih ada hal lain yang perlu diperbaiki dalam kinerjanya untuk  membawa aspirasi mahasiswa soal penurunan UKT.

Jika menilik kebijakan kampus sebelah Unair yang sangat mudah dalam subsidi kuota selama masa pandemi ini, kita lihat Universitas Airlangga yang mengakomodasi setiap mahasiswa dengan kuota 15 giga perbulan.

Jika dalam hal ini yang masyarakat umum yakini dengan motto berdaulat, bermanfaat dan apalah itu tidak bisa menuntaskan masalah ini, dalam suatu hari perihal pembubaran Badan Eksekutif Mahasiswa maka saya akan mengamini terjadinya saat-saat tersebut.

Kesalahan daripada BEM yang pertama adalah dengan mengkesampingkan fakta tentang anggaran yang sangat melimpah, namun minim progres jika dibandingkan dengan UKM lainnya. Kebijakan-kebijakan yang diambil dan terlaksana dalam upaya yang katanya untuk pembangunan kampus tidaklah memberikan dampak pada masyarakat. Sebagai mahasiswa awam yang saya tawarkan adalah BEM harus dibubarkan atau berbenah diri, terima kasih.

Posting Komentar

0 Komentar