Katanya Sastra Adalah Bayi Yang Dewasa



Dalam sebuah acara seminar yang diadakan oleh LPM Saint bertajuk Journalis Day mengundang dua narasumber sastrawan yang pertama adalah Soesilo Ananta Toer seorang adik kandung dari seorang sastrawan besar yaitu Pramoedya Ananta Toer dan seorang penulis yang mulai merambah ke pasar asia yaitu Andy Moe. Disana acara tersebut bertema “Sastra Sebagai Pengobat Luka Bangsa”

Sastra sendiri adalah salah satu hal dalam dunia kesusasteraan yang tidak dapat ditolak kehadirannya dalam sehari-hari. Dalam sehari di jalanan, vandal di tembok-tembok sudut gang kecil, percakapan kecil di pinggir jalan pun akan menjadi sastra yaitu puisi ataupun prosa bahkan teater.

Sekali lagi mengapa sastra dikatakan sebagai pengobat luka bangsa. Jika memang hendak  difungsikan seperti demikian maka dengan orientasi yang suci maka dapat terjadi. Pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari sangatlah variatif bentuknya, seperti bagaimana sastra itu dilihat.


Lalu apa memang benar bangsa sedang terluka? Bangsa terluka dan bangsa yang sehat pun menurut riwayat bangsa ini memang belum pernah sehat memang sejak sedari dulu telah terluka.Sedikit rancu memang maksud dari penggunaan tema dalam acara tersebut. Bangsa memang akan selalu terluka dan kodratnya memang dikehendaki demikian oleh masyarakat yang mempopulerkan ilmu-ilmu neraka.  

Yang mengakibatkan para pelaku pelanggar HAM yang hingga hari ini tidak kunjung tuntas juga tidak ada penyelesaian di dalamnya, tapi akan menjadi lebih baik jika tidak memperburuk keadaan dengan melakukan apa saja meski luka tersebut pasti akan sembuh karena masyarakat itu juga, dan itu pasti tinggal bagaimana dikehendaki dipercepat penyembuhannya atau mengikuti aliran air sungai yang tenang.

Sastra adalah sesuatu yang luar biasa dan juga baik. Sastra itu seperti anak pertama yang baru lahir dalam sebuah keluarga dengan kompleksitas kepenatan dunia, membahagiakan. Saya kenal dengan kesenian saat menduduki bangku kelas pertama SMA dalam sebuah ekstrakulikuler Teater diampu oleh Bapak Lenon Machali—saya setelah pentas di sekolah pagi itu pukul 9 mendapat kabar jika beliau meninggal karena gagal ginjal dan hujan membasahi pipi seluruh teman-teman yang mana saat itu pula hujan menimpa kota Gresik hari itu. Saya sendiri terjerumus dalam kesenian namun disanalah saya mendapat banyak sekali sudut pandang.  

Lalu jika sastra hari ini tidak mengalami sebuah kemajuan tentu kita akan berkaca pada era kemerdekaan yaitu sedikit banyaknya karena tujuan dari penulisan sastra tersebut telah banyak terkoyak-koyak oleh hal-hal memabukkan misalnya uang. Lebih jelasnya adalah untuk memenuhi kebutuhan pasar. Tentu saat membicarakan kebutuhan pasar orientasinya sudah cukup jelas.

Mirisnya kebutuhan pasar cenderung merusak ruh dari tulisannya itu sendiri. Menjadi penulis itu sangat banyak konsekuensinya. Jika memutuskan untuk terjun menjadi penulis, maka akan mudah bertemu dengan pelbagai masalah dan di lain sisi akan mudah mendapatkan jalan keluar. Sastra itu sakral.

Tentunya kepenulisan berkaitan dengan pengalaman panjang tidak mengenakkan berbanding lurus dengan kualitas tersebut. turunnya kualitas kepenulisan dalam sastra adalah karena diisi oleh orang-orang yang tidak memiliki pengalaman yang berkaitan dengan tulisannya sehingga unsur intrinsik dalam tulisannya menjadi rancu dan mendapat kesan yang buruk terhadap tulisannya.  

Dalam sastra pada sub-bagian lainnya yaitu teater banyak sekali yang ditawarkan terkait muatan sosial, sedang teater pada asal mulanya adalah sebuah ritual persembahan untuk para dewa. Dalam pertunjukan naskah-naskah yang digarap hingga menjadi sebuah pertunjukan yang layak dipentaskan berorientasi pada kebutuhan masyarakat terhadap pendalaman naskah sehingga pesan-pesan yang disampaikan tertancap pada pikiran dan berbuah pada tindakan.

Lalu alasan tentang ekosistem kesenian sekarang tidak seramai dahulu recehnya adalah karena kurangnya apresiator yang mau mengapresiasi pada pertunjukan-pertunjukan dipinggir jalanan juga ruang-ruang pengap di bangunan kota yang minim sekali fasilitas meskipun labanya tidak seberapa. Meskipun itu juga bukanlah menjadi parameter/indikator yang pakem.

Menilik beberapa ekosistem yang sudah dapat dikatakan lebih maju daripada kota-kota kecil yaitu kesenian di kota Jogja menjadi tren adalah karena tingginya apreasi masyarakat setempat sehingga dapat digunakan untuk penghidupan keluarga para pelaku kesenian, fasilitas yang begitu mewadahi, orang-orang yang berkompeten di dalamnya.

Apakah kesenian hanya dipandang sebagai hiburan atau kegiatan sakral tidak penting bagi para pelaku kesenian, harapan para pelaku seni sangatlah sederhana yaitu apa-apa yang telah dilakukannya dapat bermanfaat bagi penikmatnya. Menjadi sebuah kebahagiaan saat pesan tersebut menjadi sebuah tindakan dan dapat mencerahkan pada titik-titik wilayah kota tersebut.

Posting Komentar

0 Komentar