Laser Starwars

Tindakan menerobos lampu merah adalah pelanggaran yang sudah dianggap umum terjadi di masyarakat. Bahkan pelanggaran ini tidak memandang bulu, seperti emak-emak arisans dengan helm di lututnya. Tidak pandang bulu lainnya adalah pelanggaran seperti terjadi di kota kecil maupun besar. 

Barangkali saking akutnya hingga tidak lagi memandang bulu, bahkan negara yang tercinta ini membuat peraturan yang mengatur larangan untuk menerobos lampu merah ternyata masih tidak efisien. Padahal, hukum yang identik memaksa-pun masih kualahan membendung kelakuan seperti emak-emak arisans tadi – naas memang, hukum yang menyeramkan saja masih angkat tangan. 

Faktanya, setelah sekian dibuat peraturan tersebut, yang melanggar aturan tersebut nyatanya masih masif. Melihat dari sejarahnya – konsep awal lampu merah ada setelah terjadi kecelakaan antara mobil dengan kereta kuda dari Lester F. Wire.  Setelah kejadian tersebut Lester mendapatkan ide tentang suatu penanda yang dapat mengatur laju kendaraan pada persimpangan jalan, yaitu konsep Stop and Go.


Intinya, konsep ini ada setelah ada korban dari tidak adanya peraturan terkait kapan kendaran harus berjalan dan berhenti di pesimpangan jalan, dan kebetulan Lester yang menjadi korbannya. Bahkan jauh setelah konsep dari Lester mengalami pembaharuan yang diikuti hukum dan kemajuan teknologi, lampu merah masih saja menelan korban. Jika kita cari di internet tentang kecelakaan karena menerobos lampu merah, maka kita akan menemukan banyak kejadian. Hal semacam ini hampir menimpa saya sendiri, ketika sedang terburu-buru.

Alkisah saya sedang lalai dan tidak sengaja hampir menerobos lampu merah, ternyata dari arah lain kerumunan kendaraan bergerak maju, yang membuat saya spontan menekan rem dengan kencang. Untungnya, belum sempat terjadi yang tidak saya inginkan, seperti tabrakan atau ketilang polisi. Mungkin, bisa jadi kelalaian semacam ini menjadi faktor banyak orang yang menerobos lampu merah.

Mungkin, sebab lain karena masyarakat Indonesia banyak yang memiliki prinsip bondo nekat, apapun yang seolah menantang jiwa-jiwa keberaniannya akan dilakukan. Saya pribadi menghormati sekaligus mengagumi prinsip yang banyak diyakini oleh sebagian masyarakat Indonesia tersebut. Namun, dilain sisi prinsip tadi dapat menyebabkan kerugian pada diri mereka sendiri. Seperti, apabila prinsip tadi diamalkan dengan yakin ketika menerobos lampu merah.

Syahdan, menyikapi banyaknya sebab orang menerobos lampu merah dan agar terwujudnya kepastian hukum, saya tertarik agar disetiap lampu merah dipasangi senjata laser seperti pada film Starwars. Senjata yang mampu membelah baja tersebut, rasanya mampu memberikan rasa takut yang lebih pada pegendara agar tidak melanggar peraturan.

Bayangkan, baja saja terbelah, apalagi besi pada kendaran bermotor, belum lagi daging manusia. Saya jamin, penerobos yang tidak pandang bulu tadi tidak akan ada lagi. Terkait penegakan hukum yang identik dengan memaksa, tentu harus mengikuti perkembangan zaman. Seperti penggunaan spidol yang menggantikan kapur untuk menulis di papan. Begitupun dengan hukum, mungkin dulu sanksi menerobos lalu lintas masih menakutkan.

Namun, semakin kesini semakin tidak menakutkan lagi. Tentu, hemat saya tadi patut untuk dipertimbangkan, untuk tercapainya kepastian, kemanfaatan, dan keadilan dalam hukum. Buktinya, saya kembalikan pada pembaca – bagaimana jadinya jika solusi saya dipakai, saya rasa pendengar baru mendengar saja sudah takut. Saya juga demikian.

Tentu solusi ini lebih kongret daripada pemasangan CCTV di lampu merah, yang jika ada pelanggar bisa dikenakan e-tilang. Nyatanya, pelanggar masih banyak. Bahkan, terjadi di kota-kota besar seperti Surabaya atau Jakarta.

Mungkin, sampai sini pembaca ada yang menyangkal dengan berbagai macam tuduhan, seperti merugikan pengendara atau tidak ada kerjaannya pengadilan. Namun, tentu tuduhan semacam itu mudah untuk terbantahkan.

Logikanya seperti ini, pengendara tidak akan terkena laser jika tidak melanggar. Lebih jauh, terkait berkurangnya kerjaan dari pengadilan menangani pelanggar lalu lintas – tentu, negara patut bersyukur. Pasalnya, hukum semakin efisien kepastiannya.

Lalu, bagaimana dengan selentingan laser bisa membunuh orang, atau konsep ini melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)? Sekali lagi, tidak akan ada yang terbunuh atau terluka jika mengikuti peraturan yang ada, istilahnya jika memang konsep yang saya tawarkan disepakati. Terkait HAM, apakah kita bisa berbuat semaunya sendiri dan melanggar hukum dengan alasan HAM? Tentu saja tidak.

Bagaimanapun, hukum tetap hukum. Jika sampai pada akhir kalimat ini banyak dari pembaca yang masih menolak, saya memiliki solusi lain – yaitu dengan mengadakan istighosah atau doa bersama ketika lampu sedang merah. Apalagi yang melangsungkan doa bersama tadi adalah dari Front Pembela Islam (FPI), pasti tidak akan ada yang berani melanggar. Lalu, sampai sini, mana yang mungkin dilakukan? Tentu, dua-duanya – yaitu membekali angota FPI yang doa bersama dengan laser starwars.

Baca: Compo

Posting Komentar

0 Komentar